Jangan gigit, sayang!!!!
Sejak mula tumbuh gigi pertama lagi Humaira memang suka menggigit, dan tabiatnya itu makin menjadi2 kerana abahnya suka memberi peluang untuknya menggigit. Beri galakan lagi bukan melarang atau mengajarnya supaya tidak menggigit, kata abahnya sayang anak, biar la sakit pun asal kan anak puas. Akibatnya sampai sekarang pun Humaira masih suka menggigit. Kalau dia menggigit abahnya memang sampai luka dan meninggalkan kesan, nasib baik dengan mamanya dia tak berani sangat, kalau gigit pun gigitan manja sahaja.
Kata orang memang ada dikalangan anak kecil berusia 2-4 tahun yang suka menggigit. Mengapa anak suka menggigit? Penyebabnya pelbagai. Di antaranya:
Kata orang memang ada dikalangan anak kecil berusia 2-4 tahun yang suka menggigit. Mengapa anak suka menggigit? Penyebabnya pelbagai. Di antaranya:
- Cara mengekspresikan emosi
Bagi anak, menggigit adalah salah satu ekspresi emosi untuk menunjukkan kemarahan, kejengkelan, rasa kecewa, penat, cemburu pada adik, dan sebagainya. Mungkin juga kerana anak memerlukan perhatian. (Humaira juga begitu, sekiranya saya asyik melayan rifqi, tetiba sahaja dia akan meminta susu dan jika lambat ditunaikan dia akan menggigit tangan saya).
- Dijadikan sebagai ‘alat komunikasi’ anak
Anak yang belum pandai berkomunikasi, kadang kala suka menggigit untuk mengungkapkan keinginan atau rasa ketidakselesaan dalam dirinya. (Selalunya dia akan menggigit mak saudara nya jika dia ingin kan sesuatu tetapi tidak tahu macam mana nak minta)
- Dijadikan sebagai cara untuk memecahkan masalah
Anak juga sering menggunakan gigitannya untuk memecahkan masalah jika ia dalam keadaan tersepit. Misalnya saat anak sedang asyik bermain tiba-tiba mainannya direbut temannya. Karena marah dan tak tahu bagaimana cara mendapatkan mainannya kembali, tangan temannya digigit supaya mainannya terlepas dari tangan temannya. Dengan kata lain, anak menggigit sebagai cara untuk mempertahankan diri. - Meniru orang lain
Mungkin juga anak suka menggigit karena meniru ayah ibunya, jika mereka senang mengekspresikan rasa geramnya dengan menggigit-gigit si anak. Meski gigitannya lembut dan disertai ungkapan sayang, yang dipahami anak adalah bahwa perilaku menggigit itu dibolehkan. Maka, ia pun menirunya. Karena itu jika kita ingin menunjukkan rasa sayang atau geram, sebaiknya tidak dengan cara menggigit. Pelukan, ciuman, belaian dan tatapan lembut pada anak adalah tindakan yang benar untuk mengekspresikan kasih sayang pada anak.
Luruskan dengan Disiplin
Anak-anak dalam lingkungan usia 2-4 tahun biasanya suka menggigit. Umumnya, gejala ini berlaku pada anak yang kurang mampu beradaptasi dengan lingkungannya. Ketika anak merasa takut dengan suasana baru, ia selalu dalam keadaan siap untuk menggigit. Kecenderungan ini juga terjadi pada anak yang kemampuan bicaranya belum bagus. Ketika mainannya diambil temannya, ia belum boleh mengatakan, “Jangan, itu milikku!” sehingga akhirnya gigitannya yang ‘berbicara’.
Akan tetapi, kebiasaan menggigit ini akan berkurang, bahkan hilang dengan sendirinya, jika si anak sudah pandai bicara. Namun, ibu bapa harus tetap memberikan perhatian kepada anak yang suka menggigit. Misalnya dengan mengatakan, “Jangan sayang, itu tidak boleh!” Sebab, kebiasaan ini jika dibiarkan boleh berlanjutan menjadi kebiasaan hingga anak besar. Anak pun merasa perbuatannya betul disebabkan tidak pernah ditegur atau diberi penjelasan. (Sekarang baru mencuba menggunakan bahasa yang lembut, harap2 humaira mendengar kata)
Akan tetapi, kebiasaan menggigit ini akan berkurang, bahkan hilang dengan sendirinya, jika si anak sudah pandai bicara. Namun, ibu bapa harus tetap memberikan perhatian kepada anak yang suka menggigit. Misalnya dengan mengatakan, “Jangan sayang, itu tidak boleh!” Sebab, kebiasaan ini jika dibiarkan boleh berlanjutan menjadi kebiasaan hingga anak besar. Anak pun merasa perbuatannya betul disebabkan tidak pernah ditegur atau diberi penjelasan. (Sekarang baru mencuba menggunakan bahasa yang lembut, harap2 humaira mendengar kata)
Namun yang demikian, adalah tidak elok jika ibu bapa menghukum anak yang suka menggigit dengan cara menggigitnya pula. Misalnya setelah anak menggigit, ibu bapa pun menggigitnya juga dengan maksud memberi tahu betapa sakitnya jika digigit. Cara ini tentu tidak betul, kerana, anak akan berfikir, “Ibu juga menggigitku?”. (Rasanya ramai ibu bapa yang tanpa disedari atau dalam sedar menggigit anak dengan harapan anak akan berhenti menggigit jika dia rasa kena gigit tu sakit. Dulu pernah juga buat tapi memang cara ni tak berkesan, anak memang makin galak menggigit)
Menghukum anak mestilah dengan bermaksud untuk menunjukkan kesalahan anak dan memperbaiki tingkah lakunya. Orang tua tidak perlu mengancam anak seperti, “Awas, kalau menggigit lagi, ibu pukul kamu!” Lebih baik, ibu bapa membetulkan kebiasaan anaknya dengan mendisplinkannya. (Kadang2 ibu bapa ni bukan sahaja mengancam dengan perkataan, bila sampai ke tahap hilang sabar tu memang pukul la, tapi tak la kuat. ada setengah budak lepas kena pukul tu dia tak buat dah , tapi kalau macam Humaira ni memang tak makan saman. Jadi Mamanya kena la belajar cari cara terbaik nak mendidiknya)
Tentang tindakan disiplin, ada tiga komponen yang mesti dipenuhi, iaitu aturan, komunikasi, dan galakan atau 'hukuman'. Dalam hal aturan, orang tua dapat mengatakan pada anaknya, “Kamu boleh bermain, tapi tidak boleh menggigit.” Untuk menyampaikan aturan tersebut, orang tua harus punya kemampuan berkomunikasi. Selanjutnya jika anak bermain dengan baik, ia perlu diberi galakan, misalnya pujian, pelukan, hadiah atau apa saja.
Sebaliknya, jika anak tidak bermain dengan baik atau tetap menggigit temannya, 'hukuman' perlu diberikan, tetapi jangan terlalu ‘kejam’, misalnya ketika anak menggigit temannya, lalu anda melarang dia dari bermain lagi ke rumah kawannya itu. Anda boleh mencuba cara lain untuk mengatasi masalah ini, seperti tidak membelikannya makanan kesukaan dan sebagainya. (hmm...boleh dipraktikkan)
Jika perilaku menggigit pada anak terjadi secara tetap dan semakin teruk, bererti anak memerlukan pemerhatian serius. Anak perlu dibawa ke psikologi untuk diperiksa, apakah ada kesulitan dalam bicara atau mungkin ada masalah dengan kemampuan mentalnya. Biasanya, anak cacat mental lebih lambat bicara dan frekuensi menggigitnya lebih tinggi. Anak kemudian akan dinilai keadaan psikologinya, misalnya dilihat potensi kecerdasan dan kepribadiannya.
Menghukum anak mestilah dengan bermaksud untuk menunjukkan kesalahan anak dan memperbaiki tingkah lakunya. Orang tua tidak perlu mengancam anak seperti, “Awas, kalau menggigit lagi, ibu pukul kamu!” Lebih baik, ibu bapa membetulkan kebiasaan anaknya dengan mendisplinkannya. (Kadang2 ibu bapa ni bukan sahaja mengancam dengan perkataan, bila sampai ke tahap hilang sabar tu memang pukul la, tapi tak la kuat. ada setengah budak lepas kena pukul tu dia tak buat dah , tapi kalau macam Humaira ni memang tak makan saman. Jadi Mamanya kena la belajar cari cara terbaik nak mendidiknya)
Tentang tindakan disiplin, ada tiga komponen yang mesti dipenuhi, iaitu aturan, komunikasi, dan galakan atau 'hukuman'. Dalam hal aturan, orang tua dapat mengatakan pada anaknya, “Kamu boleh bermain, tapi tidak boleh menggigit.” Untuk menyampaikan aturan tersebut, orang tua harus punya kemampuan berkomunikasi. Selanjutnya jika anak bermain dengan baik, ia perlu diberi galakan, misalnya pujian, pelukan, hadiah atau apa saja.
Sebaliknya, jika anak tidak bermain dengan baik atau tetap menggigit temannya, 'hukuman' perlu diberikan, tetapi jangan terlalu ‘kejam’, misalnya ketika anak menggigit temannya, lalu anda melarang dia dari bermain lagi ke rumah kawannya itu. Anda boleh mencuba cara lain untuk mengatasi masalah ini, seperti tidak membelikannya makanan kesukaan dan sebagainya. (hmm...boleh dipraktikkan)
Jika perilaku menggigit pada anak terjadi secara tetap dan semakin teruk, bererti anak memerlukan pemerhatian serius. Anak perlu dibawa ke psikologi untuk diperiksa, apakah ada kesulitan dalam bicara atau mungkin ada masalah dengan kemampuan mentalnya. Biasanya, anak cacat mental lebih lambat bicara dan frekuensi menggigitnya lebih tinggi. Anak kemudian akan dinilai keadaan psikologinya, misalnya dilihat potensi kecerdasan dan kepribadiannya.
Tips Agar Anak Tidak Suka Menggigit
Berikut beberapa tips yang boleh dicuba agar anak tidak suka menggigit:
- Ciptakan suasana selesa
Adanya suasana selesa akan membuat perasaan anak juga lebih selesa dan tenang. Hal ini boleh mengurangkan timbulnya emosi negatif, sehingga anak merasa tidak perlu lagi menggigit. - Jaga emosinya Sejak awal ibu bapa perlu menjaga keadaan psikologi anak. Jika marah, hindari memarahinya dengan membentaknya atau merendahkan harga dirinya. Tegurlah perilakunya tanpa mencela dirinya. Selain itu, jika orang tua sedang ada masalah atau sedang berada dalam keadaan marah, sebaiknya jangan diperlihatkan di hadapan si kecil.
- Beri perhatian cukup
Kadang2 si kecil menggigigit untuk mencari perhatian. Oleh itu berilah perhatian yang secukupnya. Sesekali (kalau tidak boleh selalu), luangkanlah waktu untuk menemaninya bermain. Jaga jangan sampai anak kurang perhatian, lebih-lebih lagi bagi anak yang baru mendapat adik. Sebagai orang tua, seboleh mungkin berlaku adillah, khususnya dalam memberikan perhatian kepada setiap anak. - Perhatikan pola makannya
Anak harus dibiasakan untuk makan secara teratur, dan jaga agar jangan sampai ia kelaparan. Sebab, boleh jadi anak menggigit untuk memberi tahu bahwa ia lapar. Selain itu, pola makan yang baik dan teratur juga akan sangat bermanfaat untuk menjaga kesihatannya. - Berikan waktu istirahat yang cukup
Keadaan anak yang keletihan boleh mempengaruhi emosi anak. Karena itu anak harus dijaga jangan sampai keletihan. Berikan waktu istirehat yang cukup untuknya. Misalnya dengan menyuruhnya tidur siang minimum 2 jam, dan tidur malam awal, jangan terlalu lewat. - Latih anak untuk berkomuniksi dan mengungkapkan emosi
Agar tidak terbiasa menggigit, anak perlu dilatih berkomunikasi dan mengungkapkan emosi sejak awal. Rajin membacakan buku cerita merupakan salah satu cara yang efektif untuk melatih anak berkomunikasi.
Tak salah mencuba agar anak tidak suka menggigit.....
Rujukan: http://Ratuhati.com
Comments
Post a Comment